Mengenal Sejarah Hari Raya Kuningan, Turunnya Dewa dan Leluhur ke Bumi

Traveling165 Views

Hari Raya Kuningan adalah salah satu hari besar umat Hindu di Bali yang memiliki makna spiritual mendalam. Dirayakan setiap 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan dalam kalender Bali, perayaan ini penuh dengan simbolisme, adat, dan keyakinan yang melibatkan turunnya para dewa serta leluhur ke bumi. Apa sebenarnya sejarah dan makna dari Hari Raya Kuningan?

Sejarah dan Asal Usul Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan tidak bisa dipisahkan dari perayaan Galungan, yang dirayakan 10 hari sebelumnya. Galungan menandai kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan), dan Kuningan menjadi penutup dari rangkaian perayaan tersebut. Menurut kepercayaan Hindu di Bali, saat Hari Raya Kuningan, para dewa dan leluhur turun ke bumi untuk memberkati umatnya. Oleh karena itu, hari ini menjadi momen penting bagi umat Hindu untuk berdoa, memanjatkan syukur, dan menghormati leluhur yang telah berpulang.

Makna Simbolis Kuningan

Kata “Kuningan” berasal dari kata “kuning,” yang dalam bahasa Bali memiliki makna “emas.” Warna emas ini melambangkan kemuliaan, kebijaksanaan, dan kesucian, yang menjadi inti dari perayaan ini. Pada Hari Raya Kuningan, umat Hindu di Bali mempersembahkan sesaji berwarna kuning sebagai simbol penghormatan terhadap para dewa dan leluhur.

Sesajen khas yang disiapkan saat Kuningan juga dikenal dengan nama “nasi kuning”, yang dihidangkan sebagai bagian dari persembahan. Selain itu, sesajen lainnya seperti janur yang dibentuk melingkar atau disebut “tamiang”, melambangkan perlindungan dari Tuhan, dan “endongan”, yang merupakan simbol bekal dalam perjalanan kehidupan manusia.

Ritual dan Persembahan Hari Raya Kuningan

Rangkaian upacara dan persembahan Hari Raya Kuningan dimulai dengan sembahyang di pura keluarga, yang kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke pura-pura desa. Umat Hindu membawa berbagai sesaji yang ditempatkan di tempat suci sebagai bentuk penghormatan dan syukur. Sesajen ini dibuat dari bahan-bahan alami seperti bunga, daun kelapa muda, beras, dan buah-buahan.

Umat Hindu meyakini bahwa pada saat Hari Raya Kuningan, para leluhur hanya tinggal sementara di bumi. Oleh karena itu, semua ritual dilakukan pada waktu pagi hari, sebelum para dewa dan leluhur kembali ke alamnya pada siang hari. Momen ini menjadi sangat penting bagi umat untuk memohon berkat, kesehatan, serta keselamatan hidup.

Filosofi Kehidupan di Balik Kuningan

Makna spiritual yang terkandung dalam Hari Raya Kuningan tidak hanya sebatas perayaan. Perayaan ini mengingatkan umat Hindu akan pentingnya keseimbangan hidup antara dunia fisik dan spiritual, antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Kuningan juga mengajarkan umat untuk selalu menjaga kesucian hati, memelihara kebajikan, dan menghindari sifat-sifat negatif yang bisa membawa kehancuran.

Kuningan juga memiliki makna filosofis tentang pentingnya kesederhanaan dan kepuasan batin. Dalam ajaran Hindu, manusia dianjurkan untuk tidak hanya mengejar kesenangan duniawi, tetapi juga memperhatikan kehidupan spiritual agar mencapai kebahagiaan sejati.

Kesimpulan

Hari Raya Kuningan bukan hanya sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga merupakan momen penting bagi umat Hindu untuk merefleksikan diri, mempererat hubungan dengan leluhur, serta memohon berkat dari para dewa. Tradisi dan ritual yang dilakukan penuh dengan makna simbolis, mengajarkan kita tentang nilai-nilai kebajikan, kesucian, dan keseimbangan dalam hidup.

Dengan turunnya para dewa dan leluhur ke bumi, Kuningan menjadi waktu yang penuh dengan berkat dan rasa syukur. Maka, tak heran jika perayaan ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh umat Hindu di Bali hingga kini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *